Fintech dan Masa Depan UMKM di Bangka Belitung: Antara Harapan dan Kenyataan
Oleh : Siti Aisyah
jurusan Akuntansi
Universitas Bangka Belitung
Tidak bisa kita pungkiri bahwa perkembangan financial technology (fintech) telah mengubah wajah sistem keuangan di Indonesia. Namun, saya merasa bahwa gaung fintech masih terdengar samar di pelosok daerah, termasuk di Bangka Belitung. Sebagai masyarakat yang hidup di daerah kepulauan, saya melihat langsung bagaimana pelaku UMKM masih berkutat dengan catatan manual, kertas kwitansi, dan minim akses pembiayaan digital.
Padahal, menurut saya, fintech seharusnya bisa menjadi penyelamat UMKM. Bayangkan jika setiap pelaku usaha kecil di Belitung bisa mengakses aplikasi pencatatan keuangan sederhana, mendapatkan pinjaman modal dari platform P2P lending, atau sekadar menerima pembayaran melalui QRIS. Ini bukan mimpi, tapi sebuah keniscayaan jika ada keberpihakan pemerintah dalam hal pelatihan dan pendampingan.
Saya pribadi berpendapat bahwa masalah utamanya bukan pada teknologi yang sulit, tetapi pada rendahnya literasi keuangan dan akuntansi. Banyak pelaku usaha takut dengan aplikasi karena menganggapnya rumit, padahal jika diajarkan dengan bahasa yang mudah, mereka pasti bisa. Inilah pentingnya sinergi antara dinas terkait, kampus, dan pelaku teknologi untuk menjangkau mereka.
Saya ingin mengajak pembaca untuk tidak hanya mengagumi kemajuan fintech dari balik layar smartphone, tetapi juga turut terlibat dalam memastikan bahwa UMKM di daerah seperti Bangka Belitung tidak tertinggal. Jangan sampai fintech hanya jadi milik kota besar. Masa depan ekonomi daerah kita juga ada di tangan mereka yang hari ini masih berjualan di warung kecil dengan catatan lusuh. Dengan komitmen dan perhatian nyata, saya yakin fintech bisa menjadi kekuatan besar bagi ekonomi inklusif di Bangka Belitung. Bukan hanya sebagai tren digital, tapi sebagai solusi nyata bagi pelaku UMKM yang selama ini termarjinalkan oleh sistem konvensional. (**)