Oleh: Imam Zulfian
Analis Yunior, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
TerabasNews – Transaksi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di Indonesia menunjukkan kemajuan yang pesat. Sepanjang tahun 2024, volume transaksi QRIS tumbuh sebesar 175,2% dibandingkan tahun sebelumnya. Di Bangka Belitung, pertumbuhan transaksi QRIS juga sangat tinggi, mencapai 164,24% year-on-year. Data ini menunjukkan bahwa QRIS cukup diminati masyarakat sebagai kanal pembayaran non tunai yang praktis dan efisien.
Pengelolaan keuangan daerah bertransformasi seiring pergantian abad maupun kemajuan teknologi. Hal ini termasuk transportasi digital pada berbagai aspek layanan publik. Salah satu inovasi yang menonjol adalah penyediaan kanal QRIS untuk penerimaan pajak dan retribusi dari masyarakat ke rekening kas daerah. Langkah ini dinilai efektif dalam meningkatkan transparansi dan efisiensi tata kelola keuangan daerah.
Berbagai inovasi terus dikembangkan untuk melibatkan QRIS dalam bertransaksi menggunakan sehari-hari. Fitur-fitur seperti QRIS Tarik Tunai Setor, QRIS TAP NFC, QRIS Tanpa Tatap Muka (TTM), dan QRIS Antarnegara memungkinkan pengguna untuk melakukan transaksi dengan lebih mudah dan cepat. Inovasi ini membuktikan komitmen Bank Indonesia sebagai otoritas Sistem Pembayaran dalam meningkatkan kualitas kanal pembayaran nontunai dan memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.
QRIS Mendorong Elektronifikasi Pemda
Pemanfaatan QRIS dalam mendukung penerimaan pajak dan retribusi daerah sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 yang menekankan pentingnya digitalisasi dalam pembangunan nasional, serta misi Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD). Hal ini juga sejalan dengan Visi Asta Cita yang dicanangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang salah satu poinnya adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pembangunan yang berkelanjutan dan berbasis teknologi.
QRIS dapat menjadi salah satu kanal pendorong ETPD untuk mencapai visi tersebut dengan meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah.Implementasinya pada sektor penerimaan pajak dan retribusi daerah menjadi tonggak penting dalam mewujudkan ekosistem keuangan daerah yang lebih modern dan responsif. Secara teknis, QRIS memungkinkan masyarakat melakukan pembayaran secara nontunai hanya dengan memindai satu kode QR rekening kas umum daerah melalui berbagai aplikasi keuangan digital, tanpa terikat pada perbankan/platform tertentu.
Penyediaan kanal QRIS pada konteks penerimaan daerah membawa beberapa implikasi positif. Pertama, dari sisi efisiensi fiskal, sistem ini meminimalkan potensi kebocoran (lost) penerimaan dan mempercepat proses pencatatan transaksi. Dana yang dibayarkan masyarakat langsung masuk ke rekening kas daerah secara real time, sehingga memperkuat integritas sistem pengelolaan keuangan. Kedua, QRIS berkontribusi terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui perluasan kanal pembayaran, peningkatan kepatuhan wajib pajak, dan kemudahan akses pembayaran. Ketiga, secara bisnis, penggunaan QRIS tidak dikenakan biaya kepada wajib pajak, termasuk wajib pajak dari pelaku usaha mikro dan kecil maupun masyarakat umum. Peluang ini dapat membuka akses terhadap layanan perbankan dan pencatatan transaksi yang terdokumentasi.
Penerapan QRIS untuk Penerimaan Daerah.
Penerapan pembayaran QRIS pada transaksi pajak dan retribusi telah dilakukan secara konkret di berbagai daerah. Di Kabupaten Belitung Timur, misalnya, pemerintah daerah bersama Bank Indonesia Perwakilan Kepulauan Bangka Belitung meluncurkan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) melalui QRIS. Model bisnis ini memudahkan petugas dalam melakukan pemungutan tanpa uang tunai, serta mengurangi potensi kebocoran pajak dan retribusi yang selama ini dapat terjadi menggunakan metode konvensional.
Studi kasus di berbagai wilayah menunjukkan efektivitas penerapan QRIS, salah satunya di tingkat Pemda se-Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pada semester II tahun 2024, seluruh pemerintah daerah di provinsi tersebut (Provinsi/Kabupaten/Kota) telah berada dalam kategori “Digital”, tecermin dari Indeks Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD) di atas 90%. Indeks ini dinilai langsung oleh Satgas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD) yang dibentuk Pemerintah Pusat untuk mengevaluasi implementasi digitalisasi di daerah. Melalui capaian ini, dapat dikatakan bahwa kanal nontunai, termasuk QRIS, berkontribusi dalam meningkatkan potensi penerimaan pajak dan retribusi serta peningkatan skor Indeks ETPD pada sebagian besar pemerintah daerah.
Tantangan dan Mitigasi
Meski demikian, keberhasilan implementasi QRIS tetap memerlukan dukungan ekosistem yang memadai. Infrastruktur digital, literasi keuangan masyarakat, kapasitas sumber daya manusia di lingkungan pemerintah daerah, serta regulasi pendukung harus diperkuat secara simultan. Tanpa dukungan tersebut, potensi optimalisasi QRIS sebagai kanal penerimaan daerah akan sulit tercapai secara merata.
Oleh karena itu, strategi keberlanjutan perlu difokuskan pada penguatan sinergi antara otoritas moneter, pemerintah daerah, Bank BPD, dan penyelenggara jasa sistem pembayaran. Literasi masyarakat juga harus diperluas, tidak hanya menyasar pengguna QRIS tetapi juga tim teknis yang memungut pajak dan retribusi daerah. Di sisi lain, pemanfaatan fitur-fitur QRIS yang lebih adaptif terhadap kebutuhan pemerintah daerah, seperti shifting dari QRIS Statis ke QRIS dinamis atau QRIS Tap NFC bukanlah hal yang tidak mungkin kedepannya, demi terjaganya indeks ETPD serta peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sisi pajak dan retribusi. Guna mewujudkan hal tersebut, perlu dukungan dari berbagai pihak baik dari sisi regulasi maupun inovasi layanan keuangan pemerintah daerah.
Terakhir, QRIS bukan hanya menjadi inovasi ekonomi keuangan digital semata, melainkan juga refleksi dari pergeseran paradigma dalam pengelolaan keuangan publik. Ke depan, QRIS berpotensi menjadi pilar utama dalam memperkuat kemandirian fiskal daerah, meningkatkan akuntabilitas tata kelola anggaran, dan menciptakan pelayanan publik yang lebih adaptif terhadap tuntutan zaman. (**)