Tegas dan Rasional

Kenaikan NJOP Pangkalpinang: Kajian Utuh atau Gorengan Politis?

0 243

Oleh: Nur Muhammad (Mahasiswa Program Studi Kewirausahaan UnMuh Babel)

Persoalan kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di Kota Pangkalpinang yang disebut melonjak 300–1.500% pada tahun 2022 lalu, belakangan ini kembali menjadi perbincangan hangat oleh sejumlah media online mediocre di kota tersebut.

Namun, tampaknya narasi yang diedarkan lebih menyajikan data dan kajian yang tidak utuh.

Mengutip Antara (14/1/2022) dan rilis resmi Pemkot Pangkalpinang, Wali Kota yang menjabat saat itu, yakni Maulan Aklil (Molen), menegaskan bahwa kenaikan NJOP maksimal hanya 100%, disertai opsi relaksasi dan skema cicilan untuk meringankan beban masyarakat.

Penyesuaian itu, dilakukan karena NJOP lama sudah jauh tertinggal dari harga pasar, bahkan di beberapa titik tidak berubah selama belasan tahun.

Gubernur Kepulauan Bangka Belitung yang menjabat saat itu, Erzaldi Rosman, dalam Laporan BPK Babel 2022, mendukung langkah ini sebagai bagian dari upaya memperkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD) sesuai amanat Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).

Namun, Erzaldi juga mengingatkan, agar kenaikan dilakukan secara realistis, bertahap dan memperhatikan kemampuan masyarakat.

Pertanyaannya: Bagaimana klaim 300–1500 persen itu lahir?

Klaim fantastis itu, nampaknya muncul tanpa memperhitungkan formula perhitungan PBB-P2 sebagaimana diatur UU HKPD dan PMK 208/2021.

PBB itu, pada prinsipnya tidak dihitung langsung dari NJOP penuh. Adapun rumusnya:

PBB = (NJOP – NJOPTKP) × Assessment Ratio × Tarif

Melansir dari berbagai sumber, adapun Acuan Dasar Hukum PBB yang terbaru terkait perhitungan PBB, sebagai berikut;

  • UU No. 1 Tahun 2022 (UU HKPD) Berlaku sejak 1 Jan 2024, menggantikan UU PDRD.
  • NJOPTKP Minimal : Pasal 42 UU HKPD → Rp10 juta Daerah bisa menetapkan lebih besar lewat Perda (contoh: DKI Rp60 juta).
  • Tarif Maksimal PBB : Pasal 41 UU HKPD → 0,5% Tarif aktual ditetapkan lewat Perda; bisa lebih rendah dari 0,5%.
  • NJKP (Persentase) : Pasal 40 UU HKPD → 20–100% Umumnya masih mengacu KMK 201/2000: 20% jika NJOP ≤ Rp1 M, 40% jika > Rp1 M.
  • NJOPTKP PBB Non-P2 : PMK No. 23/PMK.03/2014 → Rp12 juta Berlaku nasional untuk PBB sektor perkebunan, pertambangan, kehutanan (di luar perdesaan/perkotaan).
  • Pengaturan Lokal : Peraturan Daerah (Perda). Mengatur besaran NJOPTKP daerah, tarif PBB aktual, dan kebijakan pengenaan di wilayah masing-masing. ( Gunakan Perda Kota Pangkalpinang, jangan pakai Perda Kabupaten Pati ).

Jadi, yang merasa pintar urusan pajak memajak, untuk PBB-nya, siilakan coba dihitung saja sendiri, sambil makan gorengan.

Jika yang dibandingkan itu hanya NJOP mentah tanpa menghitung komponen pajak sebenarnya, hati-hati… itu bisa mengarah ke distorsi fakta.

Sungguh ironis. Pers yang seharusnya menjadi penjernih, ternyata malah menjadi kompor rusak yang memanaskan suasana dengan data yang dipelintir, menyajikan angka tanpa konteks dan hitungan jelas.

Secara tidak langsung, itu sama saja dengan memberikan setengah kebenaran dan setengahnya lagi, bisa dibilang sebagai dugaan ingin menyesatkan masyarakat dengan tujuan tertentu.

Jika hitungan yang tak jelas juntrungannya itu dikonsumsi oleh masyarakat awam atau yang tak paham sama sekali, itu semua akhirnya menjelma menjadi kebohongan yang bisa membuat masyarakat menjadi sesat.

Kritik terhadap kebijakan publik boleh saja, bahkan sangat perlu. Namun, kritik yang dimunculkan itu akan bernilai, jika dibangun di atas data, regulasi dan perhitungan yang tepat, bukan bertujuan memancing emosi masyarakat atau bahkan ingin menyesatkan masyarakat dengan angka yang bombastis.

Sebelum saya tutup tulisan ini, saya ingin bertanya ke yang terhormat media-media yang mengedarkan berita kenaikan NJOP hingga 1.500% itu.

  • Kalian menghitung itu semua acuan dan dasarnya dari mana?
  • Apakah kalian benar-benar membaca regulasi dan memahami rumus PBB-P2? atau hanya sekadar mengangkat angka mentah untuk memantik kemarahan warga? atau mungkin hanya ingin menjual gorengan politis saja?

Perlu diingat, gorengan memang enak dimakan di kala santai dan berkumpul bersama teman, keluarga atau orang terdekat.

Tapi, perlu diingat juga, jika pengidap kolestrol yang tinggi, terlalu banyak makan gorengan, bukan NJOP yang naik, tapi kolesterol kalian yang jadi naik.

Demikian tulisan ini saya tutup. Salam damai dan selamat makan gorengan.

Leave A Reply

Your email address will not be published.