Memahami Langkah Kebijakan Bank Indonesia Menyesuaikan BI Rate Menjadi 5,75 persen
Penulis : Seksi Kehumasan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Setelah mempertahankan suku bunga kebijakannya (BI Rate) di level 6% selama 4 (empat) bulan berturut-turut. Kini Bank Indonesia kembali menyesuaikan suku bunga kebijakannya menjadi 5,75% pada Januari 2025.
Hal ini merupakan respon bank sentral yang konsisten terhadap rendahnya prakiraan inflasi 2025 dan 2026 yang terkendali dalam sasaran 2,5%±1%, terjaganya nilai tukar rupiah yang sesuai dengan fundamental untuk mengendalikan inflasi dalam sasarannya dan perlunya upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun, sebelum membahas lebih lanjut mengenai suku bunga kebijakan Bank Indonesia, kita harus memahami terlebih dahulu apa itu suku bunga acuan dan fungsinya.
Secara sederhana, BI Rate merupakan suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan menjadi patokan oleh lembaga keuangan diseluruh Indonesia untuk menentukan besarnya suku bunga yang ditawarkan kepada nasabah, termasuk suku bunga pinjaman dan tabungan.
Ketika Bank Indonesia melakukan penyesuaian terhadap suku bunga kebijakannya, maka perbankan diharapkan juga akan melakukan penyesuaian seiring dengan naik atau turunnya suku bunga kebijakan Bank Indonesia.
Namun demikian, naik turunnya suku bunga perbankan dilakukan secara bertahap karena transmisinya membutuhkan waktu.
Lalu, Apa Pengaruhnya Kenaikan dan Penurunan BI Rate?
Ketika Bank Indonesia menurunkan suku bunga kebijakannya, maka perbankan diharapkan turut menyesuaikan suku bunga pinjaman dan tabungannya mengikuti kebijakan Bank Indonesia.
Hal ini diharapkan dapat mendorong peningkatan konsumsi masyarakat salah satunya melalui pembiayaan oleh perbankan. Suku bunga pinjaman yang rendah diharapkan akan menarik bagi masyarakat untuk mengajukan pembiayaan yang dapat digunakan untuk ekspansi usahanya karena bunga yang rendah. Di sisi lain, menabung diperbankan termasuk dalam bentuk deposito dianggap kurang menarik dikarenakan imbal hasil yang rendah.
Selanjutnya, apabila Bank Indonesia menaikkan suku bunga kebijakannya, maka perbankan diharapkan juga turut menaikkan suku bunga pinjaman dan tabungannya. Ketika ini terjadi, maka pembiayaan dari perbankan menjadi kurang menarik bagi masyarakat karena suku bunga yang tinggi.
Bahkan dikhawatirkan masyarakat akan gagal membayar kewajibannya yang dapat memberikan dampak bagi perbankan. Namun, di sisi lain suku bunga tabungan yang tinggi cenderung akan menarik bagi masyarakat untuk menyimpan uangnya di perbankan baik dalam bentuk tabungan maupun deposito dengan imbal hasil yang lebih tinggi.
Bagaimana Dampak Penurunan BI Rate bagi Bangka Belitung?
Sebagaimana penjelasan di atas, dengan diturunkannya suku bunga kebijakan oleh Bank Indonesia diharapkan akan diikuti dengan penurunan suku bunga pinjaman dan tabungan oleh perbankan. Sejalan dengan hal tersebut, maka pembiayaan oleh perbankan diharapkan akan lebih menarik bagi masyarakat untuk dimanfaatkan ke sektor produktif yakni investasi dan modal kerja baik untuk usaha maupun pengembangan usaha.
Dengan disalurkannya pembiayaan oleh perbankan ke sektor produktif diharapkan akan membuka lapangan pekerjaan baru, meningkatkan konsumsi masyarakat dan sejalan dengan hal tersebut turut mendorong pertumbuhan ekonomi khususnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada Triwulan III 2024 sebesar 0,13% (yoy). Mengalami tren perlambatan sejak Triwulan I 2024 dan bahkan lebih rendah dibandingan pertumbuhan ekonomi pada Triwulan IV 2023 sebesar 4% (yoy).
Melambatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung disebabkan oleh penurunan kinerja sektor industri pengolahan dan sektor pertambangan dan penggalian yang merupakan kontributor utama pertumbuhan ekonomi yang berasal dari komoditas timah.
Sementara itu, sektor lainnya dinilai belum cukup kuat menopang pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang selama ini bertumpu pada komoditas timah.
Seiring dengan hal tersebut, inflasi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2024 sebesar 0,75% (yoy). Rendahnya inflasi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sejalan dengan kinerja TPID yang baik dalam menjaga ketersediaan bahan pangan sehingga inflasi yang bersumber dari bahan pangan dapat terjaga dengan stabil.
Namun demikian, pencapaian inflasi yang rendah juga dapat menjadi sinyal adanya indikasi melemahnya daya beli masyarakat sebagai dampak perlambatan kinerja sektor utama timah.
Oleh karena itu, melalui kebijakan penyesuaian BI Rate diharapkan dapat mendorong pemulihan kinerja sektor utama. Di sisi lain, juga diharapkan dapat meningkatkan performa sektor lainnya untuk menjadi bumper perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Pemulihan tersebut juga diharapkan dapat memberikan dampak positif lainnya yaitu membaiknya daya beli masyarakat. Namun demikian, terdapat potensi meningkatnya inflasi yang diakibatkan meningkatnya permintaan masyarakat.
Oleh karena itu, tingkat inflasi tetap harus dijaga stabil selaras dengan target nasional melalui strategi 4K (Ketersediaan Pasokan, Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi dan Komunikasi Efektif) di TPID.
Ke depan, Langkah Kebijakan Apa yang Akan diambil oleh Bank Indonesia?
Bank Indonesia akan terus mengarahkan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi dalam sasarannya dan nilai tukar yang sesuai fundamental, dengan tetap mencermati ruang untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dinamika yang terjadi baik secara global maupun nasional.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar ditempuh untuk meningkatkan kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau, melalui penguatan strategi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) mulai Januari 2025, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut menopang pertumbuhan, khususnya sektor perdagangan dan UMKM dengan memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayara serta memperluas akseptasi digitalisasi pembayaran.