Oleh : Annisa Rahima Putri
Mahasiswa Program Studi S1 Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi
TerabasNews – Tahukah kamu? selama lima bulan terakhir, Indonesia menghadapi fenomena deflasi yang menjadi perhatian serius pemerintah dan para pakar ekonomi? Deflasi ini memicu kekhawatiran di berbagai kalangan, termasuk pelaku usaha, konsumen, dan pemerintah. Sebenarnya apa itu deflasdan mengapa situasi ini dianggap sebagai ancaman yang begitu serius?
Secara sederhana, deflasi adalah kondisi di mana harga barang dan jasa mengalami penurunan yang signifikan dalam jangka waktu tertentu. Mungkin sekilas terdengar seperti kabar baik. Siapa yang tidak senang melihat harga kebutuhan pokok turun? Namun kenyataannya, deflasi bukanlah hadiah manis bagi ekonomi, melainkan ancaman yang dapat mengguncang fondasi perekonomian.
Pada awalnya, deflasi memang tampak seperti hujan yang turun di tengah musim kemarau panjang. Harga kebutuhan pokok yang murah memberikan kegembiraan bagi konsumen, terutama ibu rumah tangga yang merasa anggaran bulanan mereka lebih ringan. Namun, di balik kabar baik itu, tersembunyi bahaya besar yang mengintai. Jika deflasi berlangsung berkepanjangan, dampaknya dapat merugikan banyak pihak. Bahkan, efeknya bisa lebih berbahaya daripada lawannya yang sering kita takuti, yakni inflasi.
Deflasi vs. Inflasi: Mana yang Lebih Jahat?
Inflasi adalah kondisi di mana harga barang dan jasa meningkat secara signifikan. Sebagian besar dari kita langsung menganggap inflasi sebagai hal buruk karena ia menggerus daya beli masyarakat. Namun, jika dilihat lebih mendalam, inflasi dalam tingkat yang terkendali sebenarnya adalah tanda bahwa ekonomi masih berjalan. Ketika harga barang terus naik, konsumen cenderung mempercepat pembelian. Mereka berpikir, “Lebih baik beli sekarang sebelum harga naik lagi.” Hasilnya, perputaran uang tetap berlangsung, dan para produsen terus mendapatkan pendapatan untuk menjaga roda ekonomi tetap berputar.
Sebaliknya, dalam situasi deflasi, pola pikir konsumen justru terbalik. Ketika harga barang dan jasa terus turun, masyarakat cenderung menunda pembelian. Mereka berharap harga akan lebih murah di masa mendatang. Hal ini menciptakan efek domino yang merugikan. Produsen tidak mendapatkan cukup pendapatan untuk menutupi biaya produksi. Akibatnya, mereka harus mengurangi produksi, memberhentikan karyawan, atau bahkan menutup bisnis mereka sepenuhnya. Jika hal ini terjadi secara masif, pengangguran meningkat, daya beli masyarakat menurun, dan ekonomi negara melambat drastis.
Bayangkan, misalnya, kamu ingin membeli sebuah ponsel baru. Jika harganya terus turun setiap minggu, kamu pasti akan menunggu lebih lama untuk membeli sambil berharap harga akan semakin murah. Namun, ketika semua orang berpikir seperti ini, produsen ponsel tidak akan mendapatkan pendapatan yang cukup. Mereka terpaksa memotong biaya produksi dan mungkin memberhentikan beberapa karyawan. Semakin banyak perusahaan yang melakukan hal serupa, semakin tinggi angka pengangguran di masyarakat.
Inilah alasan mengapa dampak deflasi sering kali dianggap lebih “jahat” daripada inflasi. Saat inflasi terjadi, ekonomi suatu negara tetap berputar atau berjalan karena uang masih banyak beredar akibat dari masyarakat yang memilih membeli barang sekarang daripada keburu mahal di masa depan. Sedangkan ketika deflasi, ekonomi suatu negara cenderung stagnan (diam) karena uang tidak beredar dipasaran akibat dari perilaku masyarakat yang memilih menunda berbelanja dengan harapan harga barang di masa depan lebih murah. Akhirnya produsen dirugikan karena tidak memperoleh pendapatan. Jika terus menerus terjadi satu persatu perusahaan akan mati yang artinya akan membunuh banyak lapangan kerja sehingga jumlah pengangguran melonjak pesat. Kita akan terjerat di lingkaran kematian yang sulit diputus dan terperangkap dalam resesi berkepanjangan yang sulit untuk dipulihkan.
Deflasi dan Inflasi: Dua Fenomena yang Saling Berkaitan
Mungkin banyak yang menganggap inflasi dan deflasi adalah dua hal yang saling bertolak belakang, tetapi keduanya memiliki hubungan yang lebih erat dari yang kita kira. Bahkan, fenomena deflasi sering kali merupakan dampak dari inflasi itu sendiri.
Inflasi yang tinggi, terutama yang tidak terkendali, akan menyebabkan harga barang dan jasa melonjak. Ini menggerus daya beli masyarakat karena pendapatan mereka tak mampu mengejar harga yang terus naik. Pada titik ini, banyak orang akan mengurangi pembelian mereka, bahkan berhenti belanja sama sekali. Permintaan yang semakin menurun akhirnya memaksa produsen untuk menurunkan harga agar konsumen kembali tertarik membeli. Inilah titik balik yang memulai terjadinya deflasi, ketika harga barang dan jasa akhirnya turun drastis.
Namun, fenomena deflasi ini tidak selalu diawali oleh inflasi. Di Indonesia, selama lima bulan terakhir, deflasi lebih disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang kurang tepat. Salah satunya adalah upah pekerja yang stagnan atau bahkan sangat kecil kenaikannya. Akibatnya, daya beli masyarakat tumbuh lambat atau bahkan menurun. Saat pendapatan tidak dapat mengejar kenaikan harga barang dan jasa, masyarakat cenderung menunda konsumsi, yang menyebabkan penurunan permintaan. Saat permintaan barang menurun, produsen akan menurunkan harga untuk menarik kembali konsumen. Namun, jika hal ini terjadi terus menerus, kondisi ini akan memperburuk perekonomian.
Selain itu, deflasi semakin diperburuk oleh kebijakan pemerintah yang berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada awal tahun 2025. Meskipun kebijakan ini dirancang untuk meningkatkan pendapatan negara, dampaknya terhadap daya beli masyarakat harus diperhitungkan dengan hati-hati. Ketika PPN naik, harga barang dan jasa ikut naik. Masyarakat, terutama mereka yang berpendapatan rendah, akan semakin sulit membeli barang kebutuhan sehari-hari. Ini mengarah pada penurunan konsumsi yang semakin memperburuk penurunan aktivitas ekonomi.
Kekhawatiran terhadap kenaikan harga di masa depan dapat mempercepat penundaan konsumsi, di mana masyarakat memilih untuk menahan uangnya agar dapat membeli barang dengan harga lebih rendah nanti. Hal ini menyebabkan sirkulasi uang di pasar menjadi lambat, Ketika konsumsi menurun terus-menerus, produsen akan kesulitan untuk bertahan, bahkan kemungkinan besar mereka akan mengurangi produksi dan mengurangi jumlah tenaga kerja. Ini akhirnya memperburuk masalah pengangguran dan memperlambat pemulihan ekonomi.
Pada akhirnya, meskipun deflasi memberikan keuntungan dalam jangka pendek dengan harga barang yang lebih murah, dampak jangka panjangnya bisa lebih merugikan. Keputusan masyarakat untuk menahan konsumsi dapat menyebabkan terhentinya perputaran uang di pasar dan merugikan perekonomian secara keseluruhan. Jadi, meskipun deflasi terlihat menguntungkan dalam kondisi tertentu, dampak jangka panjangnya bisa jauh lebih merugikan jika dibiarkan terus berlanjut tanpa penanganan yang tepat.
Salah satu penyebab lainnya dari deflasi yang sering diabaikan adalah terbatasnya lapangan pekerjaan. Dalam situasi ekonomi yang lesu, lapangan pekerjaan yang terbatas akan menyebabkan meningkatnya angka pengangguran.. Situasi ini membuat daya beli masyarakat menurun drastis karena banyak individu tidak memiliki penghasilan tetap. Penurunan daya beli ini menciptakan efek domino dimana permintaan terhadap barang dan jasa menurun, memaksa produsen menurunkan harga untuk menarik konsumen.
Kekurangan lapangan pekerjaan juga menghambat perputaran uang di pasar. Ketika masyarakat tidak memiliki cukup pendapatan, mereka akan cenderung menahan pengeluaran untuk kebutuhan yang bukan esensial, yang pada akhirnya memperlambat aktivitas ekonomi. Hal ini dapat mengarah pada stagnasi yang berkepanjangan, di mana produsen tidak memiliki insentif untuk meningkatkan produksi, sehingga menciptakan lingkungan yang semakin rentan terhadap deflasi.
Selain itu, kebijakan impor yang diterapkan pemerintah juga turut memperburuk deflasi, meskipun produsen lokal mampu memproduksi barang serupa. Kebijakan impor yang memberikan harga lebih murah menyebabkan konsumen beralih ke produk luar negeri, mengurangi permintaan untuk produk lokal. Produsen lokal terpaksa menurunkan harga untuk bersaing, namun hal ini justru membuat mereka kehilangan pendapatan dan pada akhirnya berisiko gulung tikar.
Contoh nyata dampak kebijakan impor ini dapat dilihat pada peternak susu di Boyolali. Sejumlah peternak melakukan protes dengan membuang susu mereka, bahkan pada 8 November 2024, mereka membagikan susu gratis kepada masyarakat. Kebijakan impor susu yang diterapkan pemerintah menyebabkan ribuan liter susu segar tidak terserap oleh Industri Pengolahan Susu (IPS). Padahal, produsen lokal mampu memproduksi susu dalam jumlah yang cukup. Kebijakan ini menunjukkan bahwa pemerintah belum serius mendukung produk lokal, padahal pemberdayaan produk lokal bisa meningkatkan perputaran uang di pasar. Fenomena ini semakin jelas menunjukkan bahwa kebijakan yang tidak mendukung sektor lokal dapat memperburuk ekonomi dan memperlambat pemulihan dari deflasi.
Selain faktor-faktor di atas, kebijakan kenaikan suku bunga bisa menjadi salah satu pemicu deflasi, terutama bila kenaikannya dilakukan secara signifikan atau terus-menerus. Suku bunga tinggi menyebabkan biaya pinjaman menjadi lebih mahal, yang membuat konsumen dan pelaku usaha menahan konsumsi dan investasi. Masyarakat lebih memilih menabung daripada berbelanja atau meminjam uang. Sementara itu, pelaku usaha yang menghadapi biaya modal lebih tinggi cenderung mengurangi produksi. Penurunan konsumsi dan produksi ini menyebabkan kelebihan pasokan barang di pasar, yang kemudian menekan harga dan memperburuk deflasi. Dalam konteks pelaku usaha, kenaikan suku bunga meningkatkan biaya modal, sehingga mereka cenderung mengurangi produksi. Dengan penurunan konsumsi dan produksi, terjadi kelebihan pasokan barang di pasar, yang akhirnya menekan harga barang dan jasa turun, memperburuk deflasi.
Maraknya judi online di Indonesia juga menjadi salah satu pemicu utama terjadinya fenomena deflasi apalagi judi online terjadi dalam skala besar. Kenapa hal ini terjadi? Ketika masyarakat mengalihkan pengeluarannya dari konsumsi barang dan jasa produktif ke aktivitas perjudian, aliran uang dalam perekonomian berubah menjadi tidak produktif. Dana yang dihabiskan untuk judi online tidak berkontribusi pada produksi barang atau jasa, sehingga konsumsi di pasar menurun.
Selain itu, uang yang digunakan dalam judi online sering kali tidak berputar di dalam negeri karena platform judi online biasanya berbasis di luar negeri. Uang yang dipertaruhkan oleh pemain di Indonesia akan mengalir ke operator judi internasional tanpa kembali ke ekonomi domestik. Akibatnya, terjadi “kebocoran” ekonomi, di mana dana yang seharusnya dapat digunakan untuk konsumsi atau investasi di dalam negeri justru keluar dari sistem ekonomi lokal.
Ketika uang lebih banyak mengalir ke luar negeri, daya beli masyarakat dalam negeri berkurang, dan perputaran uang dalam negeri melambat. Hal ini dapat mengurangi permintaan barang dan jasa di pasar domestik.Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat memicu atau memperburuk deflasi, terutama jika skala aktivitas judi online yang merugikan ekonomi lokal cukup besar.
Apa yang Terjadi Jika Deflasi Berlangsung Lama?
Jika fenomena deflasi ini dibiarkan terus-menerus dampaknya dapat sangat merusak. Salah satu ancaman terbesar dan paling ditakutkan adalah meningkatnya angka pengangguran. Ketika produsen tidak mendapatkan pendapatan yang cukup, mereka terpaksa memangkas biaya, termasuk tenaga kerja. Semakin banyak orang kehilangan pekerjaan, semakin rendah daya beli masyarakat. Ini menciptakan siklus penurunan ekonomi yang sulit dihentikan.
Penurunan harga memicu perilaku menahan konsumsi, di mana masyarakat memilih untuk menunda pembelian dengan harapan harga akan semakin turun di masa depan. Akibatnya, permintaan terhadap barang dan jasa melemah, membuat perusahaan kesulitan untuk menjual produknya.
Kondisi ini mengurangi pendapatan produsen, sehingga banyak dari mereka yang terpaksa memangkas biaya operasional dengan mengurangi tenaga kerja. Dampak lanjutannya adalah peningkatan angka pengangguran, yang memperburuk daya beli masyarakat. Sementara itu, perusahaan yang tidak mampu menutupi biaya produksi akibat rendahnya pendapatan akan menghadapi risiko kebangkrutan, menambah jumlah pengangguran dan memperlambat aktivitas ekonomi secara keseluruhan.
Selain itu, deflasi menyebabkan nilai uang meningkat secara riil, yang membuat utang menjadi lebih mahal untuk dilunasi. Individu dan perusahaan yang memiliki utang besar akan menghadapi tekanan finansial yang lebih berat, meningkatkan risiko gagal bayar. Situasi ini memengaruhi sektor perbankan, karena gagal bayar utang dapat melemahkan kestabilan lembaga keuangan.
Deflasi juga melemahkan investasi. Dalam kondisi di mana harga barang terus menurun, investor cenderung menunda rencana mereka. Mereka tidak yakin akan prospek keuntungan dalam situasi ekonomi yang lesu. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi terhambat, dan inovasi menjadi stagnan.
Dalam skala yang lebih besar, deflasi dapat mengarah pada stagnasi ekonomi yang berkepanjangan, di mana aktivitas produksi, konsumsi, dan investasi berada pada level yang sangat rendah. Jika tidak segera diatasi, deflasi bisa menciptakan lingkaran kematian yang semakin sulit dihentikan, menyebabkan resesi atau bahkan depresi ekonomi. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi ekonomi negara, tetapi juga memunculkan masalah sosial yang serius seperti ketimpangan ekonomi, kemiskinan, bahkan tingkat kriminalitas merajalela karena masyarakat saja tidak mampu mengisi perutnya dengan makanan karena tidak memiliki pendapatan.
Bagaimana Kita Mencegah Dampak Deflasi?
Mengatasi dampak deflasi bukan hal yang mudah, namun bukan berarti mustahil. Salah satu langkah pertama yang bisa kita ambil adalah dengan terus membeli barang dan jasa sesuai kebutuhan meski harga sedang turun. Menunda pembelian karena berharap harga akan semakin murah justru memperburuk deflasi, karena permintaan menjadi semakin lemah.
Dukungan terhadap produk lokal juga sangat penting. Membeli barang buatan dalam negeri tidak hanya membantu kelangsungan produsen lokal, tetapi juga melindungi lapangan kerja. Terutama di masa deflasi, di mana para produsen tertekan oleh turunnya harga dan rendahnya permintaan, dukungan ini sangat berarti.
Selain itu, berinvestasi di sektor produktif dapat memperkuat perekonomian. Daripada menabung uang yang tidak aktif, investasi pada usaha kecil, saham, atau reksa dana akan membantu perputaran uang. Contohnya, membeli produk dari UMKM atau bahkan berinvestasi langsung pada usaha kecil menjadi cara efektif untuk merangsang perekonomian.
Tentu saja, literasi keuangan yang lebih baik di masyarakat juga sangat diperlukan. Dengan pemahaman ekonomi yang baik, masyarakat bisa menghindari perilaku yang merugikan seperti menahan uang atau belanja yang tidak efisien. Literasi ini juga akan membantu orang dalam memanfaatkan peluang investasi atau konsumsi yang bijak.
Bagaimana Pemerintah Dapat Mengatasi Dampak Deflasi?
Pemerintah memiliki peran penting dalam mengatasi deflasi, terutama dengan kebijakan yang tepat sasaran. Salah satunya adalah dengan membatalkan rencana kenaikan PPN 12% yang direncanakan pada awal tahun 2025. Kenaikan PPN akan mendorong harga barang dan jasa naik, yang justru akan mengurangi daya beli masyarakat. Dalam kondisi deflasi, menambah beban pajak hanya akan memperburuk keadaan. Sebaliknya, kenaikan upah yang tepat sasaran dapat meningkatkan daya beli, yang mendorong permintaan terhadap barang dan jasa, serta menggerakkan roda ekonomi.
Namun, kebijakan kenaikan upah yang efektif juga memerlukan peningkatan keterampilan dan kualitas pekerja. Melalui pendidikan dan pelatihan, tenaga kerja bisa lebih produktif dan kompetitif, yang tidak hanya meningkatkan daya saing, tetapi juga membantu menstabilkan harga dengan efisiensi yang lebih tinggi. Semakin terampil pekerja, semakin rendah biaya produksi, dan semakin besar kemampuan perusahaan untuk mempertahankan harga yang stabil meskipun ada tekanan dari pasar.
Tak kalah penting, dukungan terhadap produk lokal juga menjadi faktor kunci dalam mencegah dampak deflasi. Dengan meningkatkan kualitas produk lokal, baik dari segi kualitas maupun harga, pemerintah dapat membantu produsen lokal tetap bersaing di pasar domestik maupun internasional. Pendapatan produsen akan meningkat, dan pekerjaan pun tetap terjaga, yang selanjutnya akan memperbaiki permintaan di pasar.
Pemerintah juga dapat memperkenalkan kebijakan yang mendukung produksi dalam negeri melalui subsidi kepada produsen lokal. Subsidi ini dapat membantu menurunkan biaya produksi, sehingga harga barang tetap terjangkau meski permintaan menurun. Dengan cara ini, produsen tidak perlu memangkas tenaga kerja atau kualitas produk.
Langkah lainnya adalah mengurangi kebijakan impor dan menggencarkan ekspor. Kebijakan ini bisa membantu memperbaiki neraca perdagangan dan meningkatkan daya saing produk domestik. Ketika barang impor menjadi lebih mahal, produk lokal akan lebih diminati. Ekspor yang meningkat membuka peluang pasar internasional yang lebih luas, yang pada gilirannya membantu memperbaiki stabilitas ekonomi dalam negeri.
Namun, agar kebijakan ini berhasil, produsen lokal harus mampu bersaing, baik dalam kualitas maupun harga. Pemerintah harus mendukung sektor-sektor strategis seperti pertanian, manufaktur, dan industri kreatif agar terus berinovasi. Tanpa adanya peningkatan kualitas dan efisiensi, produk lokal mungkin sulit bersaing dengan barang impor.
Dengan kebijakan yang tepat dan implementasi yang seimbang, kita dapat mengatasi deflasi dan memulihkan perekonomian dengan lebih cepat. (**)
TerabasNews, BELITUNG – Kunjungan lapangan ke wilayah pesisir, terutama kepulauan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung…
TerabasNews, PANGKALPINANG – PT Timah Tbk akan melakukan kajian ulang terhadap pola kemitraan penambangan yang…
TerabasNews, Kapolda Bangka Belitung Irjen Pol Hendro Pandowo meninjau langsung pembangunan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan…
Terabasnews,Pangkalpinang - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) menggelar audiensi dengan…
TerabasNews, BANGKA SELATAN – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Yogi…
TerabasNews, PANGKALPINANG – Pemerintah Kota Pangkalpinang telah mendistribusikan sebanyak 25 ton beras dari cadangan pangan…